MELESTARIKAN SAJIAN HERITAGE

Makanan, kini, tidak sebatas kebutuhan untuk makan atau minum tetapi telah menjadi gaya hidup. Bahkan, dorongan untuk melakukan travelling terkadang dibarengi dengan keinginan mencicipi makanan lokal yang menjadi ciri khas dari kota atau daerah tersebut. Kecenderungan ini melahirkan semakin banyak orang menikmati dan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan kuliner lokal.

Tidak hanya minat terhadap kuliner lokal, masyarakat juga mulai menggemari kuliner heritage atau makanan tradisional. Kekayaan dan keberagaman rempah di Indonesia ikut menjadikan nusantara sebagai kawasan yang memiliki aneka kuliner yang lezat dari resep kuno. Selain itu, hidangan kerajaan dari Keraton Mangkunegara Solo dan Keraton Yogyakarta juga turut menjadi salah satu warisan budaya dalam bidang kuliner yang patut dikenal dan dilestarikan.

NASI TRADISIONAL SET

nasi-tradisional-setNasi berbentuk kerucut atau tumpeng biasanya hadir dalam perayaaan seperti kenduri sebagai wujud rasa syukur. Tumpeng merupakan tradisi masyarakat Jawa dengan kondisi geografis dipenuhi oleh jajaran gunung berapi. Dalam hidangan tumpeng terselip doa dan harapan dalam berkehidupan semakin baik, menanjak tinggi dan naik seperti dalam puncak tumpeng itu sendiri. Kini, bentuk tumpeng hadir dalam berbagai varian tanpa merubah makna dalam penyajiannya. Seperti dalam Nasi Tradisional Set yang terdiri dari Tumpeng Nasi Merah dan Putih yang didampingi dengan Oseng Pepaya, masakan khas Gunung Kidul beserta Kerupuk Karak kesukaan permaisuri Sri Sultan HB X, GKR Hemas. Dalam sajian yang terpisah untuk menemani tumpeng, dihidangkan pula Gecok Ganem. Menu khas Kraton Yogyakarta ini terdiri dari cacahan daging sapi dengan dibumbui ketumbar, jinten, dan dimasak dengan santan kelapa serta belimbing wuluh dan tomat hijau. Menu ini, konon kesukaan Sri Sultan HB IX. Selain itu, menu yang melengkapi Nasi Tumpeng ini adalah Lombok Kethok, yang merupakan favorit Sri Sultan HB IX. Menu ini terbuat dari daging sapi yang dimasak menjadi sejeni semur dipadukan dengan cabai merah, hijau, dan tomat hijau.

SATE PENTUL

sate-pentulKetika anda berkunjung ke Solo sempatkan untuk mencicipi sajian heritage ini. Hidangan Sate Pentul merupakan salah satu makanan kesukaan dari Sinuhun Paku Buwono X. Dulu, Sate Pentul disajikan dengan nasi putih yang terkadang ditanak sendiri oleh Sinuhun dalam upacara Adang dengan menggunakan tempat yang disebut Kyai Duda. Upacara tersebut diadakan setiap 8 tahun sekali yaitu pada bulan Dal yaitu pada bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Bahan dasar dari Sate Pentul adalah daging sapi yang digiling disertai bumbu halus yang terdiri dari bawang putih, kemiri, dan lada putih. Adonan bumbu tersebut kemudian dibalutkan ke batang serai yang sudah dibersihkan, lalu dipanggang kurang lebih selama 5 menit. Kuliner Sate Pentul ini dihidangkan bersama dengan bumbu saus kacang dan sambel kecap.

LOENPIA SEMARANG

loenpia-semarangPerpaduan budaya Jawa Tengah dan Tionghoa merupakan ciri khas kota Semarang, salah satunya tampak pada kudapan Loenpia. Makanan ini bermula di sekitar abad ke 19, Tjoa Thay Joe yang berasal dari Fujian memutuskan untuk tinggal di Semarang. Ia membuka usaha kuliner dengan bahan utama rebung dan olahan daging babi. Kemudian bertemu dengan seorang Jawa bernama Wasih yang berjualan makanan serupa namun dengan rasa lebih manis dan menggunakan isian kentang juga udang. Lalu keduanya menggabungkannya hingga menjadi kudapan dengan rasa manis dan gurih. Berjalannya waktu, usaha kuliner ini berkolaborasi menjadi hidangan dengan citarasa baru. Isian daging babi diganti udang atau ayam, dengan tambahan telur, rebung yang manis, dan kulit lumpia yang renyah. Pada saat itu, panganan ini dijajakan di Olympia Park, sebuah pasar malam Belanda. Akhirnya hingga sekarang jajanan lezat ini dikenal dengan nama Loenpia. Bagi yang berencana singgah ke Semarang diwajibkan untuk mencicipi dan membawa pulang oleholeh
khas Semarang ini.