Benediktus Theo Yulian, Ekpresikan Diri dengan Saxophone

Menjadi pemain saxophone yang telah menjelajah diberbagai daerah ternyata terdapat kisah yang menarik dibaliknya. Alat musik saxophone merupakan salah satu alat musik yang tergolong sulit untuk dimainkan. Namun, Benediktus Theo Yulian atau yang sering dipanggil Theo ini dengan tidak sengaja memilih saxophone sebagai alat musik yang menjadi sarana baginya untuk menyalurkan ekspresi.

Berawal dari mencari pelarian untuk menghilangkan stress dalam proses tugas akhir kuliah, merupakan awal Theo dalam bermain saxophone. Awalnya, ia membeli alat musik tiup itu dari seorang temannya yang menjual dengan harga murah bermaksud untuk membantu. Saat itu ia bahkan tak tahu bagaimana cara memainkan Saxophone. Namun, Theo beruntung karena dipertemukan dengan dosen pembimbing skripsinya yang juga menyukai musik. Sehingga ia banyak mendapat pengalaman dan ilmu bermusik melalui dosennya. Selain itu ia hanya belajar otodidak dengan mengakses Media Sosial dan belajar juga lewat komunitas serta lingkungan pertemanan. Pada akhirnya memberinya banyak pelajaran ketika ia mulai mengisi acara kampus, dan event musik lainnya karena dapat belajar dari orang-orang hebat yang ikut serta di dalamnya.

Memainkan alat musik yang tergolong sulit ini mampu membuat pria kelahiran 9 Juli 1992 ini merasa berbeda dengan yang lainnya, karena kesulitan yang ia dapatkan ketika mempelajari alat musik saxophone membuatnya jatuh cinta. Terdapat suatu kepuasan dan rasa nagih tersendiri ketika ia memainkan saxophone bersama dengan teman-teman yang juga memiliki energi yang sama dengannya sehingga mampu menghasilkan musik yang membuatnya puas dan bahagia. Membawakan genre musik pop, jazz bahkan fusion, Theo beberapa kali menghibur penonton lewat aksinya sebagai pembuka untuk band-band terkenal salah satunya adalah The Cinnamons. Ia juga pernah ikut dalam kemeriahan acara jazz goes to campus di Solo dan Purworejo.

Dalam proses kehidupan sehari-harinya ia akan menempatkan saxophone di dalam prioritas yang sama dengan pekerjaannya sehingga ia bisa tetap menyalurkan ekspersinya melalui saxophone tapi juga masih bisa bekerja. Hidup seimbang antara saxophone dan bekerja menjadi tujuannya.