KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM BELA NEGARA

KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM BELA NEGARA

“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami mengininginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya : menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama..” [Surat RA Kartini kepada DR GK Anton, sahabatnya yang berada di Belanda, pada Oktober 1902]

KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM BELA NEGARA2KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM BELA NEGARA3

RA Kartini, Nyi Ageng Serang, Dewi Sartika, Maria Walanda Maramis, Cut Nyak Dien, Martha Tiahahu, Cut Meutia, dan pahlawan perempuan lainnya merupakan tokoh-tokoh yang menginspirasi pergerakan perempuan di Indonesia. Perjuangan dan pemikiran sederet pahlawan perempuan ini juga turut mengilhami adanya Kongres Perempuan Indonesia I yang diadakan pada 22 hingga 25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres yang diikuti oleh 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera ini bertujuan untuk menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak perempuan, terutama dalam bidang pendidikan dan pernikahan.

Museum Pergerakan Wanita didirikan pada tanggal 22 Januari 1969 oleh Yayasan Hari Ibu dalam rangka memperingati 40 tahun Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia yang dilaksanakan oleh KOWANI (Kongres Wanita Indonesia). Dibuka oleh Ibu Tien Soeharto dengan peletakan batu pertama untuk gedung induk oleh Nyi Hadjar Dewantara, berdirinya museum ini memiliki beberapa tujuan antara lain untuk mewujudkan peningkatan kedudukan wanita dan melestarikan peran wanita dalam perjuangan nasional, dan terwujudnya kelestarian bukti sejarah perjuangan Indonesia khususnya wanita. Selain itu sebagai tempat menyimpan bukti sejarah perjuangan pergerakan wanita Indonesia dan juga tersedianya perpustakaan sebagai sumber informasi sejarah pergerakan wanita di Indonesia. Melalui museum ini, masyarakat juga dapat mengetahui kontribusi perempuan dalam melawan penjajah. Seperti pada masa penjajahan Belanda, pahlawan perempuan seperti Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang yang berperan sebagai penasehat militer Perang Diponegoro, Cut Meutia, dan Christina Martha Tiahahu turut berjuang dalam perang fisik di masing-masing daerahnya.

KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM BELA NEGARA4
Selain itu juga terdapat tokoh pendidikan yang menggunakan media mengajar terutama untuk kaum perempuan dan anak-anak sebagai alat perjuangannya seperti RA. Kartini, Dewi Sartika, Maria Walanda Maramis, Nyai Ahmad Dahlan, dan Nyi Hadjar Dewantara. Terdapat juga pejuang perempuan lainnya seperti tokoh Kongres Perempuan I yakni Ibu Soekonto, Ibu Soejatin Kartowijono, pendiri Laskar Putri Indonesia, Ibu Srini, dan penggagas pendirian Monumen Pergerakan Wanita, Ibu Mangunsarkoro.
KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM BELA NEGARA5

Dalam membela negara, masing-masing tokoh memiliki karakter dan ciri khas dalam berjuang. Seperti Nyi Hadjar Dewantara, istri pahlawan pendidikan Ki Hadjar Dewantara, yang menggunakan cara memperjuangkan negara dengan mengajar secara gerilya, karena pada saat itu sekolah dilarang. Selain itu juga terdapat kelompok perempuan yang tergabung dalam Kelaskaran Wanita di seluruh Indonesia. Terdapat 3 Kelaskaran Wanita yang tercatat terbesar di Indonesia, yakni di Solo dengan nama Laskar Putri Indonesia, LASWI (Laskar Wanita Indonesia) yang berasal dari Bandung, dan Wanita Pembantu Perjuangan Indonesia (WPPI) di Yogyakarta. Kelaskaran Wanita ini terbentuk dari tahun 1945 hingga 1949 dengan tugas antara lain berada di dapur umum, sebagai PMI, menjadi pengantar pesan, hingga berada di garis depan turut membantu mengangkat senjata melawan penjajah bersama para tentara Indonesia.

KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM BELA NEGARA6KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM BELA NEGARA7