JISP

JISP

Mengukuhkan Yogya Sebagai Kota Tari

JISP

Kekayaan seni dan budaya di Yogyakarta tumbuh pesat tiap tahunnya. Suasana ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan maupun seniman dari luar Yogya. Bulan lalu, kembali digelar Jogja International Street Performance (JISP) untuk memantapkan kota ini sebagai kota tari, dengan tema ‘#3 Jogja The Dancing City’. Acara ini digagas para seniman Yogya bersama Dinas Pariwisata DIY dengan menggandeng seniman dari berbagai negara seperti Jepang, Malaysia, Korea, Sri Lanka, Ukraina dan Australia.

 

Adanya JISP diharapkan memperjelas kerjasama Dancing Cities Network yang berpusat di Barcelona dan  memasukkan acara ini sebagai bagian dari Dancing Cities Network yang diikuti puluhan negara di Eropa dan Amerika Latin. Memasuki tahun ke-6, JISP dipusatkan di Benteng Vredeburg dan Amphy Teater SO 1 Maret serta tetap konsisten tampil di ruang publik sebagai alternatif berkeseniannya. Para seniman juga memanfaatkan mini stage yang dibangun di sepanjang Jalan Malioboro.

 

Di acara ini seniman bebas berkreasi, baik tradisional maupun kontemporer. Dari Yogya tampil Didik Nini Thowok, Mila Art Dance dan PLT Bagong Kussudiardja. Tampil pula Barito Kuala dari Kalimantan Selatan dan Topeng Ireng Wanodya Sanggit dari Solo. Dari Jepang ada Rina Takashi, Miho Konai dan Shigeki Yamada. Seniman Korea yang tampil Seol Young Oh, dari Malaysia ada Suhaimi Magi dan Srilanka menampilkan Ranranga Dance Academy. Penampilan mereka pun disambut riuh tepuk tangan penonton yang memadati venue.

 

Pilihan ruang publik menjadi upaya untuk makin mendekatkan dan meningkatkan apresiasi masyarakat pada kegiatan berkesenian dari berbagai negara. Meski demikian tetap dibutuhkan panggung konvensional karena tak semua pertunjukan bisa ditampilkan di jalanan. JISP juga menjadi kritik agar Yogyakarta selalu membenahi ruang publik, karena kondisi saat ini menunjukan bahwa pertumbuhan seni budaya tak seimbang dengan situasi ruang yang memadai. Hal ini harus terus di dorong agar predikat kota budaya itu tetap melekat.

Ajang bertaraf internasional ini membuktikan bahwa Yogyakarta sebagai etalase seni budaya, kemajemukan yang tumbuh dari banyak seniman ini menjadi kekuatan dan identitas Indonesia. Seperti yang disampaikan Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemda DIY, Didik Purwadi mewakili Gubernur DIY, Sri Sultan HB X dalam pembukaan JISP. “Terlebih dengan adanya semboyan Bhineka Tunggal Ika sebagai perekat kemajemukan bangsa, perbedaan ini menjadi penopang sekaligus membangkitkan khasanah budaya nusantara,” ungkapnya. JISP pun melengkapi Yogyakarta yang tak pernah berhenti berkarya dan mengundang pesona untuk terus melestarikan budaya.