HASAN IMADUDDIN “TERUS TERTANTANG DI DUNIA E-COMMERCE”

TERUS TERTANTANG DI DUNIA E-COMMERCE

Mengawali usaha e-commerce sejak tahun 2014, Hasan Imaduddin merupakan founder dari Loketics, jasa online dan offline penjualan tiket konser yang berasal dari Yogyakarta. Usaha ini dimulai ketika mendapatkan tugas sewaktu ia kuliah di jurusan Manajemen pada tahun 2013, lalu ia kembangkan hingga sekarang. Bagi laki laki yang mengidolakan Steve Jobs dan Ir Soekarno ini, dunia wirausaha dan e-commerce merupakan hal yang seru dan akan terus menantang.

Apakah bisa dijelaskan apa itu Loketics dan apa yang membedakan dengan usaha sejenis lainnya?
Loketics merupakan jasa penjualan tiket secara online dan offline. Ini platform 2 sisi baik untuk promotor maupun pembeli. Saat ini terdapat 3 kompetitor di Yogyakarta, karena kami market leader di Yogyakarta, jadi masih menjadi kiblat. Pembedanya, kami adalah layanan yang tidak sekadar menjual tiket tetapi juga melakukan liputan, kemudian hasil liputannya kami masukkan di website Loketics. Jadi, kami bisa merekam momen istimewa dan dapat dinikmati semua orang yang mengakses website Loketics.

Apa tantangan anda dalam menjalankan usaha e-commerce?
Hal yang kami jalankan sekarang yakni Loketics ini merupakan usaha start up yang masih muda dan masih banyak yang perlu dikembangkan, padahal perkembangan teknologi sangat cepat dan bagi anak muda, ide-ide baru susah dibendung. Tantangannya adalah ketika ide itu diaplikasikan lebih dulu oleh orang lain karena mereka punya modal yang lebih besar. Membangun start up itu eksekusinya memang membutuhkan biaya. Tetapi kami percaya Loketics akan menjadi sesuatu yang berbeda dengan produk sejenis lainnya.

TERUS TERTANTANG DI DUNIA E-COMMERCE 2

Bagaimana tren e-commerce menurut anda?

Saya lihat sekarang e-commerce lebih berkembang menjadi tempat bertemunya dua pihak. Seperti misalnya, Gojek, produk ini tidak memiliki mobil atau motor tetapi mempertemukan antara si pemilik motor dengan penumpang. Menurut saya ini model bisnis yang baru dan masih banyak orang Indonesia yang membutuhkan model bisnis seperti ini. Apalagi sekarang sebagian besar orang memiliki gadget dan internet sehingga dapat menjadi tanda bahwa kini pasar beralih ke model bisnis seperti ini.

Apa tips yang bisa dibagikan untuk teman teman pembaca?
Saya memiliki rencana untuk merancang sekolah atau akademi entrepreneur di Yogyakarta karena porsi entrepreneur di Indonesia masih belum banyak. Apalagi nanti di tahun 2030 ada bonus demografi dimana usia produktif lebih banyak dibandingkan usia tidak produktif, yakni sekitar 70%. Selain itu, anak muda harus berani ambil resiko, tetapi tidak memaksa juga karena itu adalah pilihan individu.